Peribahasa diam itu emas tidak
hanya dikenal dinegara Indonesia atau Inggirs. Tanpa disadari darimana asal
muasal peribahasa tersebut yang jelas makna yang ditujunya itu sejalan dnegan
tuntunan agama. Karena petunjuk agama yang mendorong supaya sebagai umat yang
mukmin selalu menimbangkan apa yang diucapkan sesuai dengan perintah Allah “Tidak
ada suatu yang diucapkan seseorang melainkan ada didekatnya pengawas yang
selalu hadir” QS Kaf 18.
Pembicaraan dalam bahasa Al-quran
dimaknai kalam dari akar katanya yang sama dibentuk pula kata yang berarti luka
supaya menjadikan peringatan bahwa kalam juga dapat melukai. Disebabkannya luka
yang diakibatkan oleh lidah seseorang bisa lebih parah daripada yang
diakibatkan oleh pisau. Maka kita hendaknya menjaga lisan kita selama didunia
untuk selalu berhati-hati, memikirkan dan merenungkan apa yang akan kita
ucapkan. Untuk apa diri kita menawan akan tetapi apa yang kita ucapkan saja
akan menjadikan tawanan. Terkadang juga dalam suatu pembicaraan yang sepintas
berkaitan dnegan agama yang tidak merestui. Ketika pertanyaan apakah kamu
berpuasa? Menjawab iya maka jawaban itu riya dan pamrih. Apabila menjawab tidak
sedangkan diri kita berpuasa kita telah berbohong. Maka dari itu diam tidak
menjawab dapat dinilai angkuh dan bila menjawab secara diplomatis maka paling
tidak dipaksa untuk memeras keringat pikiran gunanya untuk menyusun redaksi
yang sangat tepat.
Jadi dalam tuntunan agama saja
jangankan berbicara dalam bentuk menguraikan pendapat berbicara dalam bentuk
bertanya sekalipun diingatkan supaya tida sembarangan “Hai orang-orang yang
beriman janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepada kamu
maka hal itu akan menyusahkanmu” QS Al Maidah 101. Maka dari itu dalam uraian
agama yang sewajarnya tidak perlu diucapkan sebagaimana tidak sedikit
pembicaraan dan pertanyaan yang sewajarnya tidak atau belum perlu untuk
diajukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar